SHALAT
MAKTUBAH (SHALAT MAFRUDLAH)
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas Fiqh Ibadah
Dosen
Pengampu: Dr. H. Moh. Toriquddin. LC. MH.I
Disusun oleh:
Mustakim (14220006)
Yuni Nasrul Latifi (14220019)
Aida Fauziyah Fitriani (14220030)
JURUSAN
HUKUM BISNIS SYARIAH
FAKULTAS
SYARIAH
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia
dan hidayahNya kepada kita semua sehingga akhirnya tugas karya tulis ini dapat
terselesaikan.
Sholawat serta salam
senantiasa kita curahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang dengan mana kita
dapat meniru suri tauladan beliau sehingga kita dapat membuat makalah ini.
Tugas karya tulis yang diberi judul “Shalat Maktubah (Shalat
Mafrudlah)”
ini ialah suatu karya tulis yang terbentuk dari hasil
kerja sama kelompok, dimana tugas ini merupakan persyaratan dari aspek
penilaian matakuliah Fiqh Ibadah.
Dengan
tersusunnya makalah ini kami berharap para pembaca dapat memahami isi makalah
ini dan berminat untuk membacanya dan kami berharap makalah ini dapat berguna
untuk kita semua.
Penyusun karya tulis ini tak
lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak.
Dr. H. Toriquddin. LC. MH.I selaku dosen pengajar mata kuliah Fiqh Ibadah.
2. Semua
pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu, baik
selama penyusunan tugas ini maupun di luar itu.
Semoga Allah SWT selalu
mencurahkan rahmat dan karunia-Nya serta keridhoan-Nya kepada kita semua, amin.
Akhir kata, kami mengucapkan
terimakasih kepada pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini dan kami memastikan
bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan, maka dari itu kami
minta saran dan kritiknya.
Harapan penulis,
semoga penulis tugas karya tulis ini dapat diambil manfaatnya oleh pembaca.
TimPenulis,
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman
judul............................................................................. i
Kata
Pengantar.............................................................................. ii
Daftar
Isi........................................................................................ iii
BAB I. Pendahuluan...................................................................... 1
A. Latar Belakang……………………………………. 1
B. Rumusan
Masalah………………………………… 1
C. Tujuan…………………………………………….. 2
BAB II.Pembahasan……………………………………………… 3
A. Definisi
Shalat Maktubah…………………………. 3
B. Hukum shalat maktubah……..……………………. 3
C. Waktu
shalat Maktubah………………..………….. 4
BAB III.
Penutup…………………………………………………… 16
A. Kesimpulan………………………………………… 16
B. Saran………………………………………………… 16
Daftar
Pustaka..................................................................................... iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai
orang islam yang sudah baligh hendaknya kita melakukan kewajiban kita yaitu
shalat lima waktu. Shalat lima waktu (shalat maktubah) adalah salah satu
rukun Islam. Shalat lima waktu hukumnya Fardhu ‘Ain, yaitu wajib dilaksanakan
oleh semua orang Islam yang mukallaf (baligh dan berakal/sadar). Shalat lima
waktu ini memiliki waktu tertentu dalam pelaksanaannya.
Shalat adalah yang
paling utama dari ibadah-ibadah badaniyah yang tampak, kemudian puasa, haji dan
zakat, fardlu dan sunnah-sunnahnya sholat adalah utama-utamanya fardlu dan
sunnah. Shalat merupakan rukun islam yang ke dua, dan dia adalah tiangnya
agama. Keutamaannya sangat besar sebagaimana yang dalam salah satu firman Allah
SWT ;
وَاَقِمِ الصَّلَوةَ طَرَفَي
النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ الَّيْلِ اِنَّ الحَسَنَتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّآتْ ذَلِكَ
ذِكْرَى لِلذَّاكِرِيْنَ
Artinya : "Dan laksanakanlah shalat pada kedua ujung siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan malam. Perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan. Itulah peringatan bagi orang-orang yang selalu mengingat (Allah)." (QS ; Hud : 114).
Artinya : "Dan laksanakanlah shalat pada kedua ujung siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan malam. Perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan. Itulah peringatan bagi orang-orang yang selalu mengingat (Allah)." (QS ; Hud : 114).
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan sholat
maktubah dan bagaimana sejarahnya?
2.
Bagaimana hukumnya sholat maktubah ?
3.
Kapan waktu dan tempat pertama kali
diwajibkannya sholat maktubah ?
4.
Bagaimana dalil yang mewajibkan dan
waktu-waktu pelaksanaannya sholat maktubah ?
1.3 Tujuan Masalah
1.
Untuk mendiskripsikan apa yang dimaksud
dengan shalat maktubah dan bagaimana sejarahnya.
2.
Untuk menjelaskan bagaimana hukumnya
shalat maktubah.
3.
Untuk menelaah kapan waktu
diwajibkannya shalat maktubah.
4.
Untuk menerangkan bagaimana dalil
yang mewajibkan dan waktu-waktu pelaksanaannya shalat maktubah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Shalat Maktubah dan sejarahnya
Shalat maktubah atau disebut juga shalat mafrudlah
adalah ialah
shalat-shalat yang difardhukan atas tiap-tiap muslim yang mukallaf, yaitu:
Shubuh, Zhuhur, ‘Ashar, Maghrib dan ‘Isya. Shalat-shalat ini mulai
disyari’atkan pada malam diisyra’kannya Rasulullah SAW ke Baitul Maqdis,
kemudian dimi’rajkan ke langit. Di sana Allah telah mewajibkan atas Nabi-Nya
dan seluruh kaum muslimin 50 shalat sehari semalam. Kemudian, oleh Allah Azza
Wa Jalla diringankan menjadi shalat 5 kali shalat saja, yakni 5 kali
dilaksanakan, namun pahalanya seperti yang 50 kali. Ini adalah menurut pendapat
yang masyhur dikalangan ahli sejarah. Pendapat ini berdasarkan hadits riwayat
sahabat Anas r.a, :
أَنَسِ بْنِ
مَالِكِ قَالَ: فَرِضَتْ عَلَى النَّبِيِّ صَلَى الله عَلَيْهِ وَسَلَم لَيْلَةَ أُسْرِيَ
بِهِ الصَّلَوَاتُ خَمْسِيْنَ، ثُمَّ نَقِصَتْ حَتَّى جُعِلَتْ خَمْسًا، ثُمَّ
نُوْدِيَ يَا مُحَمَّدُ إِنَّهُ لاَ يُبَدَّلُ الْقَوْلُ لَدَيَّ وَإِنَّ لَكَ
بِهَذِهِ الْخَمْس خَمْسِيْنَ
Anas ibn
Malik, menyatakan, “shalat difardhukan kepada Nabi Muhammad SAW pada malam isra’
dengan 50 waktu, kemudian dikurangi hingga lima waktu. Kemudian Nabi Muhammad
SAW diseru, ‘Wahai Muhammad, sesungguhnya keputusan-Ku tidak berubah,
sesungguhnya lima waktu ini bagimu sama pahalanya dengan lima puluh waktu
shalat.’”
Sebagian ulama Hanafi mengatakan bahwa shalat difardhukan pada malam Isra’
sebelum hari sabtu tanggal 17 Ramadhan satu setengah tahun sebelum Hijrah.
Namun, al-Hafiz Ibnu Hajar mengatakan shalat difardhukan pada tanggal 27 Rajab,
dan pendapat ini diikuti oleh umat islam diberbagai Negara.[1]
B.
Hukum Shalat
Maktubah
Hukum shalat fardhu adalah fardhu’ain bagi setiap
mukallaf (orang yang sudah baligh dan berakal). Tetapi apabila seorang
anak-anak telah mencapai umur tujuh tahun, hendaklah ia disuruh melakukan
shalat. Apabila telah mencapai umur 10 tahun, hendaklah ia dipukul dengan
tangan bukan dengan kayu apabila dia tidak mau mengerjakannya. Hal ini berdasarkan
sabda Rasulullah SAW:
مُرُوْا صِبْيَانَكُمْ بِالصَّلَاةِ لِسَبْعِ سِنِيْنَ،
وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا لِعَشْرِ سِنِيْنَ ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ
فِيْ الْمَضَاجِعِ
`
“Suruhlah anakmu shalat semasa
umur mereka telah mencapai tujuh tahun dan pukullah mereke setelah umurnya 10
tahun dan pisahlah tepat tidur mereka.”
Shalat yang diwajibkan adalah lima waktu dalam
sehari semalam. Orang islam tidak mempersilisihkan kewajiban shalat ini. Tidak
ada shalat lain yang diwajibkan kecuali karena nadzar. Hal ini berdasarkan
hadits-hadits yang telah lalu dan juga berdasarkan hadits al-A’rabi yang
menyebutnya bahwa Rasul SAW bersabda:
“Lima kali shalat dalam sehari semalam.” Kemudian al-A’rabi itu
bertanya, “apakah saya mempunyai kewajiban shalat yang lain?” Rasulullah
menjawab, “Tidak, kecuali shalat sunnah (jika engkau senang melakukannya).”[2]
C. Waktu-Waktu Shalat
Sholat-sholat maktubah (wajib) ada
lima, yaitu ; Dhuhur, 'Ashr, Magrib, 'Isya' dan shubuh, yang ditetapkan dalam
Al-Qur'an didalam dua ayat:
فَسُبْحَنَ اللهِ حِيْنَ تُمْسُوْنَ وَحِيْنَ
تُصْبِحُوْنَ (17) وَلَهُ الْحَمْدُ فِى السَّمَوَتِ وَالْاَرْضِ وَعَشِيًّا وَّحِيْن
تُظْهِرُوْنَ(18)
Artinya :
"Maka bertasbihlah kepada Allah pada
petang hari dan pada pagi hari (waktu shubuh) . Dan segala puji bagi-Nya baik
di langit, di bumi, pada malam hari dan pada waktu dhuhur (tengah hari). (Q.S
Ar-Ruum :17-18)
Adapun hadits
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ لِلصَّلاَةِ أَوَّلاً وَآخِرًا،
وَإِنَّ أَوَّلَ وَقْتِ صَلاَةِ الظُّهْرِ حِيْنَ تَزُوْلُ الشَّمْسُ وَآخِرُ
وَقْتِهَا حِيْنَ يَدْخُلُ وَقْتُ الْعَصْرِ، وَإِنَّ أَوَّلَ وَقْتِ صَلاَةِ
الْعَصْرِ حِيْنَ يَدْخُلُ وَقْتَهَا وَإِنَّ آخِرَ وَقْتِهَا حِيْنَ تَصْفَرُّ
الشَّمْسُ، وَإِنَّ أَوَّلَ وَقْتِ الْمَغْرِبِ حِيْنَ تَغْرُبُ الشَّمْسُ وَإِنَّ
آخِرَ وَقْتِهَا حِيْنَ يَغِيْبُ الْأُفُقُ، وَإِنَّ أَوَّلَ وَقْتِ الْعِشَاءِ
الْآخِرَةِ حِيْنَ يَغِيْبُ الْأُفُقُ وَإِنَّ آخِرَ وَقْتِهَا حِيْنَ يَنْتَصِبُ
اللَّيْلُ، وَإِنَّ أَوَّلَ وَقْتِ الْفَجْرِ حِيْنَ يَطْلُعُ الْفَجْرُ وَإِنَّ
آخِرَ وَقْتِهَا حِيْنَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ
“Sesungguhnya
shalat itu memiliki awal dan akhir waktu. Awal waktu shalat zhuhur adalah saat
matahari tergelincir dan akhir waktunya adalah ketika masuk waktu ashar. Awal
waktu shalat ashar adalah ketika masuk waktunya dan akhir waktunya saat
matahari menguning. Awal waktu shalat maghrib adalah ketika matahari tenggelam
dan akhir waktunya ketika tenggelam ufuk. Awal waktu shalat isya adalah saat
ufuk tenggelam dan akhir waktunya adalah pertengahan malam. Awal waktu shalat
fajar adalah ketika terbit fajar dan akhir waktunya saat matahari terbit.”
(HR. At-Tirmidzi)[3]
| Shalat
Maktubah dan waktunya
1. Shalat Zhuhur
Waktu
zhuhur bermula dari tergelincirya matahari hingga bayang-bayang suatu benda
menjadi sama panjang dengannya. Tergelincirnya matahari adalah apabila matahari
mulai condong ke barat dari kedudukannya ditengah-tengah langit. Kedudukannya
ditengah-tengah langit dinamakan halah istiwa’. Apabila matahari
berpindah dari timur ke barat, maka berlakulah proses tergelincir (zawal)
ini. Jabir bin
Samurah radhiyallahu ‘anhu berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم
يُصَلِّي الظُّهْرَ إِذَا دَحَضَتِ الشَّمْسُ
“Adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
shalat zhuhur ketika matahari tergelincir.” (HR. Muslim).
Tergelincirnya matahari dapat
diketahui dengan cara melihat bayang-bayang orang yang berdiri tegak, atau
suatu tiang tegak tegak ditancapkan tanah. Jika bayangannya kurang (disebelah
barat), maka ia belum tergelincir (qabla az-zawal). Jika bayangannya
terhenti ditengah, tidak lebih dan tidak kurang maka itu adalah waktu istiwa’.
Jika bayang-bayang makin bertambah (ke timur) maka matahari sudah tergelincir (ba’da
az-zawal).
Jika bayang-bayang suatu benda mulai
kelihatan (disebelah timur) benda ataupun matahari mulai condong ke arah barat,
maka waktu zhuhur mulai masuk. Menurut Jumhur ulama, waktu shalat zhuhur
berakhir apabila bayang-bayang suatu benda panjangnya sama dengan bendanya.
Anas
bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata:
كُنَّا
إِذَا صَلَّيْنَا خَلْفَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِالظَّهَائِرِ، سَجَدْنَا
عَلَى ثِيَابِنَا
اتِّقَاءَ الْحَرِّ
“Kami bila
mengerjakan shalat zhuhur di belakang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
kami sujud di atas pakaian kami dalam rangka menjaga diri dari panasnya
matahari di siang hari.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Maksud dari
hadits tersebut adalah menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullahu
menyatakan, “Hadits ini menunjukkan disegerakannya pelaksanaan shalat zhuhur
walaupun dalam kondisi panas yang sangat. Ini tidaklah menyelisihi perintah
untuk ibrad (menunda shalat zhuhur sampai agak dingin,), akan tetapi hal ini
untuk menerangkan kebolehan shalat di waktu yang sangat panas, sekalipun ibrad
lebih utama.”
Seperti
disinggung di atas bahwa untuk shalat zhuhur ada istilah ibrad, yaitu menunda
pelaksanaan shalat zhuhur sampai agak dingin. Ini dilakukan ketika hari sangat
panas sebagai suatu pengecualian/pengkhususan dari penyegeraan shalat zhuhur.
Jumhur berkata, “Disenangi ibrad dalam shalat zhuhur kecuali pada waktu yang
memang dingin.”
Dalam hal ini
ada hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِذَا
اشْتَدَّ الْحَرُّ فَأَبْرِدُوْا عَنِ الصَّلاَةِ، فَإِنَّ شِدَّةَ الْحَرِّ مِنْ قَيْحِ
جَهَنَّمَ
“Apabila
panas yang sangat maka akhirkanlah shalat zhuhur sampai waktu dingin karena
panas yang sangat merupakan semburan hawa neraka jahanam.” (HR. Al-Bukhari
dan Muslim)
Hikmah dari
ibrad ini adalah untuk memperoleh kekhusyukan, karena dikhawatirkan bila shalat
dalam keadaan panas yang sangat akan menyulitkan seseorang untuk khusyuk.
Bagaimana
Mengetahui Waktu Zawal?
Matahari telah
zawal artinya matahari telah miring/condong dari tengah-tengah langit setelah
datangnya tengah hari. Hal itu diketahui dengan munculnya bayangan
seseorang/suatu benda di sebelah timur setelah sebelumnya bayangan di sisi
barat hilang. Siapa yang hendak mengetahui hal tersebut maka hendaknya ia
mengukur bayangan matahari. Manakala matahari semakin tinggi maka bayangan itu akan
berkurang dari arah barat dan terus berkurang. Pas di tengah hari, saat
matahari tepat di tengah-tengah langit, pengurangan bayangan tersebut berhenti.
Nah, ketika matahari telah miring/bergeser dari tengah langit kembali bayangan
muncul dan semakin bertambah serta jatuhnya di sisi timur. Awal pertama kali
muncul di sisi timur itulah yang dinamakan waktu zawal.
Akhir Waktu
Zhuhur
Waktu shalat
zhuhur masih terus berlangsung selama belum datang waktu shalat ashar dan
bayangan seseorang sama dengan tinggi orang tersebut. Seperti ditunjukkan dalam
hadits Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَقْتُ
الظُّهْرِ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ، وَكَانَ ظِلُّ الرَّجُلِ كَطُوْلِهِ مَا لَمْ
يَحْضُرِ الْعَصْرُ
“Waktu shalat
zhuhur adalah bila matahari telah tergelincir dan bayangan seseorang sama
dengan tingginya selama belum datang waktu ashar.” (HR. Muslim).[4]
2.
Shalat Ashar
Ashar
dalam bahasa berarti masa, dia adalah utama-utamanya sholat lima waktu dan shalat
wustho yang ditunjukkan dalam firman Allah SWT :
حَافِظُوا عَلَى
الصَّلَوَتِ وَالصَّلَوةِ الْوُسْطَى وَقُوْمُوْا لِلَّهِ قَنِتِيْنَ عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَى
Artinya
: "peliharalah semua shalat dan shalat wustho, dan laksanakanlah (shalat)
karena Allah dengan khusuk. "(Q.S Al-Baqarah : 238).
Waktu shalat Ashar masuk ketika
bayangan sesuatu sudah menyamai panjangnya selain bayangan istiwa' dan lebih
sedikit. Artinya
shalat ashar bermula kerika bayang-bayang suatu benda bertambag dari panjang
asalnya, yaitu pertambahan yang paling minimal, menurut Jumhur.
Akhir
Waktu Ashar ada dua macam:
ü Waktu
ikhtiyari, yakni ketika bayangan benda dua
kali panjang aslinya. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wassalam:
Artinya: “Dan pada hari kedua Jibril shalat bersama mereka
ketika bayangan dua kali lipat panjang bendanya. Kemudian dia mengatakan waktu
ashar adalah diantara dua ini.”
(HR. Muslim dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash)
ü Waktu
idlthirary
(waktu terpaksa), yakni sampai tenggelamnya matahari.
Hal ini sesuai dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:
وَمَنْ اَدْرَكَ مِنَ الْعَصْرِ رَكْعَةً قَبْلَ اَنْ تَغْرُبَ
الشَّمْسُ فَقَدْ اَدْرَكَ الْعَصْرَ
Artinya: “Barangsiapa yang
mendapatkan satu rakaat sebelum matahari tenggelam berarti ia mendapatkan
shalat ashar.”
(HR. Bukhari & Muslim dari Abu Hurairah)
Akan tetapi tidak sepantasnya
seorang muslim menunaikan shalat ashar di akhir waktu kecuali jika terpaksa.
Hal ini sesuai dengan perkataan Imam Ibnu Qudamah, bahwa Shalat ashar di saat
matahari telah berwarna kuning atau menjelang terbenamnya matahari merupakan
ciri-ciri shalat orang yang munafik sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam:
تِلْكَ صَلاَةُ الْمُنَافِقِ يَجْلِسُ
يَرْقُبُ الشَّمْسَ حَتَّى اِذَا كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَيِ الشَّيْطَانِ قَامَ
فَنَقَرَهَا اَرْبَعًا لَا يَذْكُرُ
اللهَ فِيْهَا اِلَّا قَلِيْلًا
Artinya: “Itu adalah shalat orang
munafik 3x. Mereka duduk-duduk (menunggu matahari hendak terbenam) sehingga
tatkala matahari berada di antara dua tanduk syaithan, dia lakukan shalat empat
rakaat dengan cepat kilat ibarat ayam yang sedang mematuk, dia tidak berdzikir
kepada Allah kecuali sedikit saja.” (HR. Muslim dari Anas bin Malik).[5]
3. Shalat
Maghrib
Waktu
shalat Maghrib masuk dari terbenamnya matahari, dan keluar dengan terbenamnya
atau hilangnya mega merah di ufuk. Pendapat ini disepakati oleh seluruh ulama
Jumhur (Ulama Hanafi, Hambali, dan qaul qadim madzhab Syafi’i). Mereka
menggunakan dalil hadits:
وَقْتُ الْمَغْرِبِ مَالَمْ يَغِبَ الشَّفَقُ
Artinya: “Waktu maghrib adalah selama syafaq
(cahaya merah) belum hilang.
Syafaq menurut
Abu Yusuf, Muhammad Hasan asy-syaibani, ulama madzhab Hambali dan ulama Syafi’I
adalah syafaq ahmar (cahaya merah). Sedangkan berdasarkan kata-kata Ibnu
Umar, asy-Syafaq adalah al-Humrah (merah). Pendapat yang difatwakan
dalam madzhab Hanafi adalah pendapat Abu Yusuf dan Muhammad Hasan asy-Syaibani.
Pendapat inilah yang menjadi pendapat dalam madzhab tersebut.
Adapun hadits lain tentang awal mula shalat maghrib
adalah sebagai berikut:
وَقْتُ صَلاَةِ الْمَغْرِبِ إِذَا غَابَتِ الشَّمْسُ مَا لَمْ
يَسْقُطِ الشَّفَقُ
Artinya: “Waktu
shalat maghrib adalah bila matahari telah tenggelam selama belum jatuh syafaq”( (HR. Muslim).
Akhir Waktu
Maghrib
Para ulama Ahlussunah wal Jama’ah
bersepakat bahwa akhir waktu maghrib adalah ketika
matahari terbenam. Pendapat ini diperkuat dengan hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Bakar, Aisyah, Mu’adz, dan Ibnu Abbas :
وَاَخِرُ
وَقْتِ الْمَغْرِبِ اِذَا اسْوَدَّ الأَفَقَ
Artinya: “akhir
waktu Maghrib adalah apabila ufuq menjadi hitam”.[6]
4.
Shalat Isya’
Menurut para madzhab, waktu isya bermula dari
hilangnya syafaq ahmar (cahaya merah) hingga munculnya fajar shadiq.
Maksudnya adalah beberapa saat sebelum muncul fajar. Hal ini berdasarkan
kata-kata Ibnu Umar yang dulu, yaitu “Syafaq merah, apabila syafaq itu
hilang, maka wajiblah shalat (isya’)”.
Dalam hadits
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma tentang Jibril mengimami Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam shalat lima waktu selama dua hari berturut-turut, disebutkan
sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وَصَلىَّ
بِي الْعِشَاءَ حِيْنَ غَابَ الشَّفَقَ
“…Dan
Jibril shalat Isya denganku ketika tenggelamnya syafaq….” (HR. Abu
Dawud)
Awal
waktu shalat Isya adalah saat tenggelamnya syafaq dan akhir waktunya ketika
pertengahan malam, sebagaimana ditunjukkan dalam hadits Abdullah bin ‘Amr ibnul
Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
وَوَقْتُ صَلاَةِ الْعِشَاءِ إِلَى
نِصْفِ الْلَيْلِ
Artinya: “Dan
waktu shalat isya adalah sampai tengah malam.” (HR. Muslim).
Akhir Waktu
Isya’
Adapun akhir waktu isya’ dibagi dua
:
1.
Waktu ikhtiyary (pilihan) ketika
pertengahan malam. Sebagai misal, jika matahari terbenam pada pukul 6 sore dan
terbit pada jam 6 pagi maka batas akhir waktu isya’ adalah pukul 12 malam.
Adapun hadits
yang menunjukkan akhir waktu isya adalah pertengahan malam. Seperti hadits Anas
bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
أَخَّرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلاَةَ
الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ ثُمَّ صَلَّى، ثُمَّ قَالَ: قَدْ صَلَّى النَّاسُ وَنَامُوْا، أَمَّا
إِنَّكُمْ فِي صَلاَةٍ مَا انْتَظَرْتُمُوْهَا
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakhirkan shalat isya sampai pertengahan malam
kemudian beliau shalat, lalu berkata, “Sungguh manusia telah shalat dan mereka
telah tidur, adapun kalian terhitung dalam keadaan shalat selama kalian menanti
waktu pelaksanaan shalat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
2. Waktu
idlthirary
(terpaksa) yakni sampai masuknya
waktu subuh, sesuai dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:
Artinya: “Suatu hal yang berlebih-lebihan
bagi orang yang tidak melakukan shalat sampai datangnya waktu shalat yang
lain.” (HR.
Muslim dari Abu Qatadah).
5.
Shalat Shubuh
Awal waktu shalat fajar adalah saat terbitnya
fajar kedua atau fajar shadiq, Fajar shadiq adalah cahaya putih yang tampak
terang yang berada sejajar dengan garis lintang ufuk. Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam biasa mengerjakan shalat ini di waktu ghalas, bahkan terkadang beliau
selesai dari shalat fajar dalam keadaan alam sekitar masih gelap (waktu
ghalas), sebagaimana ditunjukkan dalam hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha:
كُنَّا نِسَاءُ الْمُؤْمِنَاتِ
يَشْهَدْنَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم صَلاَةَ الْفَجْرِ
مُتَعَلِّفَاتٍ بِمُرُوْطِهِنَّ، ثُمَّ يَنْقَلِبْنَ إِلَى بُيُوْتِهِنَّ حِيْنَ
يَقْضِيْنَ الصَّلاَةَ لاَ يَعْرِفُهُنَّ أَحَدٌ مِنَ الْغَلَسِ
“Kami
wanita-wanita mukminah ikut menghadiri shalat fajar bersama Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan berselimut (menyelubungi tubuh)
dengan kain-kain kami, kemudian mereka (para wanita tersebut) kembali ke
rumah-rumah mereka ketika mereka selesai menunaikan shalat dalam keadaan tidak
ada seorang pun mengenali mereka karena waktu ghalas (sisa gelapnya malam).” (HR. Al-Bukhari
dan Muslim).
Akhir Waktu Subuh
Akhir waktu subuh dibagi dua:
1. Ikhtiyary (pilihan) terus berlangsungnya waktu tersebut
(fajar shadiq).
2. Idlthirary (terpaksa) sampai terbitnya matahari sesuai
dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:
Artinya: “Barangsiapa menjumpai
rakaat sebelum terbitnya matahari sungguh telah menjumpai shalat subuh.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu
Hurairah).[7]
| Waktu
Shalat Yang Paling Utama
Di antara
amalan yang paling dicintai Allah adalah shalat pada waktunya, yaitu di awal
waktu, selain waktu tertentu yang dikecualikan:
1.
Shalat dhuhur
Ketika udara sangat panas menyengat maka yang
afdhal adalah menunggu sampai suhu udara turun (berangsur dingin). Hal ini
sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:
Artinya: “Bila udara
sangat panas terik maka tunaikanlah shalat tatkala udara mulai dingin.” (HR. Bukhari
& Muslim dari Abu Hurairah)
2.
Shalat isya’
Yang paling afdhal adalah mengakhirkannya
hingga pertengahan malam. Berdasarkan hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh
Abu Hurairah :
لَوْلَا اَنْ اَشُقَّ عَلَى اُمَّتِيْ
لِأَمَرْتُهُمْ اَنْ يُؤَخِّرُوا الْعِشَاءَ اِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ اَوْ نِصْفِهِ
Artinya :”kalaulah
tiak menjadi menyusahkan umatku, niscaya aku menyuruh mereka melewatkan shalat
isya’ hingga kepada sepertiga malam atau separuh malam.
| Udzur-Udzur
Shalat
Makna dari udzur-udzur shalat adalah
bahwasannya orang tidak berdosa jika mengakhirkan shalat keluar dari waktunya
dengan udzur apapun dari udzur-udzur ini.
1. TIDUR
Tidur ini dianggap sebagai udzur
jika tidurnya tersebut sebelum masuknya waktu shalat. Adapun jika tidurnya
tersebut setelah masuknya waktu shalat maka tidak dianggap sebagai udzur,
kecuali jika sudah menjadi kebiasaannya dia bisa bangun dari tidurnya sebelum
keluar waktu shalat, atau dia telah berpesan kepada orang yang bisa dipercaya
untuk membangunkannya sebelum waktu shalat keluar.
Dan disunnahkan membangunkan orang
yang tidur sebelum masuknya waktu shalat, dan wajib hukumnya membangunkan orang
yang tidur setelah masuknya waktu shalat.
2. LUPA
Lupa bisa dianggapkan sebagai udzur jika lupanya tersebut disebabkan oleh perkara yang mubah, adapun jika lupanya disebabkan oleh perkara yang makruh atau haram maka lupanya tersebut tidak bisa dianggap sebagai udzur.
Lupa bisa dianggapkan sebagai udzur jika lupanya tersebut disebabkan oleh perkara yang mubah, adapun jika lupanya disebabkan oleh perkara yang makruh atau haram maka lupanya tersebut tidak bisa dianggap sebagai udzur.
3. DI PAKSA
Sekiranya orang yang hendak shalat
di paksa mengeluarkan shalat dari waktunya, maka keadaan tersebut bisa dianggap
sebagai udzur jika memenuhi syarat-syaratnya paksaan / ikroh ( الإكراه ).
Empat syaratnya paksaan ;
a. Mampunya orang yang memaksa ( mukrih
) untuk melaksanakan ancamannya dengan kekuasaan atau kekuatannya.
b. Lemah / tidak mampunya orang yang
dipaksa ( mukrah ) untuk menolak atau menghindar dari yang dipaksakan dengan
melarikan diri atau meminta pertolongan.
c. Si mukrah berprasangka jika dia
menolak maka si mukrih akan benar-benar melaksanakan apa yang diancamkannya.
d. Tidak ada tanda-tanda pilihan lain.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Shalat maktubah atau disebut juga shalat mafrudlah
adalah ialah
shalat-shalat yang difardhukan atas tiap-tiap muslim yang mukallaf, yaitu:
Shubuh, Zhuhur, ‘Ashar, Maghrib dan ‘Isya Hukum shalat fardhu adalah
fardhu’ain bagi setiap mukallaf (orang yang sudah baligh dan berakal).
Waktu
zhuhur bermula dari tergelincirya matahari hingga bayang-bayang suatu benda
menjadi sama panjang dengannya. Waktu shalat Ashar masuk ketika bayangan
sesuatu sudah menyamai panjangnya selain bayangan istiwa' dan lebih sedikit. Waktu shalat Maghrib masuk dari
terbenamnya matahari, dan keluar dengan terbenamnya atau hilangnya mega merah
di ufuk. Menurut
para madzhab, waktu isya bermula dari hilangnya syafaq ahmar (cahaya
merah) hingga munculnya fajar shadiq. Maksudnya adalah beberapa saat sebelum
muncul fajar. Awal waktu
shalat fajar adalah saat terbitnya fajar kedua atau fajar shadiq, Fajar shadiq
adalah cahaya putih yang tampak terang yang berada sejajar dengan garis lintang
ufuk.
Waktu Shalat Yang Paling Utama Di antara amalan
yang paling dicintai Allah adalah shalat pada waktunya, yaitu di awal waktu,
selain waktu tertentu yang dikecualikan: Shalat dhuhur Ketika udara sangat
panas menyengat maka yang afdhal adalah menunggu sampai suhu udara turun
(berangsur dingin). Shalat isya’ Yang paling afdhal adalah mengakhirkannya
hingga pertengahan malam. Udzur-udzur shalat diantaranya tidur, lupa dan di paksa.
B.
Saran
Sebagai orang islam yang telah banyak belajar
mengenai Shalat dan waktu waktunya, hendaknnya kita mengamalkan dalam kehidupan
sehari-hari. Agar shalat kita lebih diridhai oleh Allah SWT. Karena itu telah
disyariatkan oleh Allah Swt dan Nabi Muhammad SAW terhadap umat Islam.
[1]
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih
Islam wa adillatuhu Jilid 1,(Jakarta;Gema Insani (Darul Fikir), 2010),
Hlm.541.
[3]
Ibnu Rusyd, Bidayatul mujtahid, (Jakarta;Pustaka Amani,1990).hlm.
185-187.
[4]
Sulaiman Rasjid, fiqh Islam, (Bandung;Sinar Baru Algesindo,2004).hlm. 61
[5]
Lukman Zain, Modul Pembelajaran Fiqh, (Jakarta Pusat; Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam Kementerian Agama, 2012), Hlm.133.
[6]
Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah Jilid 1, (Jakarta
Selatan; Pustaka Azzam,2006), Hlm. 341.
[7]
Sulaiman Rasjid, fiqh Islam,…,hlm. 61
DAFTAR PUSTAKA
Az-Zuhaili, Wahbah,
Fiqih Islam wa adillatuhu Jilid 1, Jakarta:Gema Insani (Darul Fikir),
2010
Rusyd, Ibnu, Bidayatul mujtahid, Jakarta: Pustaka Amani,
1990
Zain, Lukman, Modul Pembelajaran Fiqh, Jakarta Pusat: Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam Kementerian Agama, 2012
Kamal, Abu
Malik, Shahih Fikih Sunnah Jilid 1, Jakarta Selatan: Pustaka Azzam, 2006
Rasjid,
Sulaiman, fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar